Rabu, 19 November 2014

Balada Malam

NB: Gambar diambil dari Google


Dulu, pernahkah kita bersahut kata memaknai luka?

Aku menggeleng menyahut tanya yang berputar di relung benak. Tak pernah, tegasku. Ketika sebentuk perasaan yang kita yakini bernama cinta itu menyapa, maka alam membuat lena. Kau dan aku terbuai dalam ceritera indah bak dongeng swargaloka yang selalu berkesudahan indah, hingga tak pernah rela setiap hela napas kita bertutur tentang lara.

Aduhai, sedemikian hebatkan pesona sebuah kata?

Dan pernahkan sempat berkelebat di ruang pikirmu suatu keadaan, ketika Cupid dengan sengaja mencabut panah yang tersemat di hati kita masing-masing, lalu sebentuk perasaan bernama cinta itu mendadak sirna? Mungkin dahulu, dalam harapku yang paling agung, aku tak pernah berharap hari itu akan tiba. Hari dimana luka menyeruak ke permukaan dan menutup kasih yang pernah kita gadang-gadangkan.

Tapi bukankah sebagai seorang insan, kita hanya bisa berharap?

Karena di sinilah aku, Sayang, pada hari ini. Aku yang memilih memutar sampan kecilku, menjauhimu, sebab tak ada alasan lagi bagiku untuk tetap di sisimu. Di sinilah aku, memainkan dawai-dawai biolaku dengan nada paling sumbang, setimpang perasaanku yang terguncang menghadapi perpisahan yang tak mampu kita elakkan. Pantaskah apa yang kulakukan disebut kekalahan, jika pada kenyataannya aku hanya menarik diri darimu, mengembalikanmu pada sosok yang paling berhak mendampingimu? Adakah menang dan kalah dalam pertarungan demi sebuah cinta?

Entahlah…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar