Suara itu…
Bukankah itu adalah suara kelintingan besi yang kita pasang di teras belakang?
Terdengar begitu sayup, bak rintihan peri. Mengapa terasa lain di telingaku?
Mungkinkah kali ini bunyinya sebagai isyarat agar aku terjaga lebih dahulu, dan
memberikan kejutan untukmu? Mungkin saja.
Kulirik jam dinding yang berada tepat di
depanku. Hemmm, tepat jam 4 pagi. Apa kau sudah bangun mendahuluiku, seperti
biasanya? Bukankah tadi malam kau pulang begitu larut, karena meeting dadakanmu
itu? Ada baiknya aku memastikannya nanti, setelah membereskan tempat tidurku.
Hahaha, kau pasti menertawaiku jika kau lihat betapa kacaunya kondisi ranjangku
ini. Guling yang berserakan di lantai, selimut yang entah bagaimana caranya
bisa berada di kolong kasur. Pantas saja kau memilih kita berpisah kamar.
Nah, aku sudah selesai membereskan tempat
tidurku yang kalau dilihat sepintas tadi bagaikan terkena badai. Saatnya untuk
melihat ke kamarmu. Pintu kamarmu masih tertutup rapat. Itu artinya kau belum
bangun. Tidak apa-apa, hari ini aku yang akan mengambil alih semua tugas rumah.
Kau beristirahatlah lagi. Nanti jika semua telah selesai, aku akan
membangunkanmu.
Dari mana aku harus memulai? Membuat sarapan,
menyapu lantai, mencuci pakaian, mencuci piring, atau apa? Biar kupikirkan
sejenak. Karena hari masih terlalu pagi, sebaiknya aku memulainya dengan
merendam pakaian. Untunglah sebelum kau pulang tadi malam, aku sudah memasukkan
semua pakaian kotor ke keranjang di tempat biasanya. Jadi aku tak perlu
menyelinap ke kamarmu, dan mengganggu tidurmu. Well, merendam pakaian, sudah.
Waktunya untuk menyapu lantai.
Syukurlah rumah kita tidak terlalu besar.
Bisa patah juga tulang punggungku kalau terus-terusan menyapu lantainya. Kau
kan tahu, aku paling benci menyapu. Hehehe.
Gerah sekali rasanya. Aku sudah berkeringat.
Aku ke teras belakang dulu ya, mau mendinginkan tubuhku dengan hembusan angin
pagi. Dimana-mana masih gelap, Wa. Sunyi pula. Tapi aku menyukai sunyi yang
seperti ini. Membuatku lebih tenang. Juga membuatku lebih berkonsentrasi pada
hal-hal yang ingin kulakukan.
Sepertinya sudah cukup aku mendinginkan
tubuh. Waktunya membuat sarapan. Apa bahan makanan yang masih tersisa di kulkas
kita? Aku belum sempat belanja kemarin. Coba kulihat. Telur, sedikit daging
sapi, bawang daun, tomat. Tak apalah, biar kujadikan omelet daging sapi saja.
Itukan kesukaanmu. Walau bahannya kurang, tapi kurasa rasanya akan tetap enak,
sebab aku membuatnya untukmu dengan segenap hatiku.
Semoga aku tak terlalu membuat keributan di
dapur. Takut akan mengusik tidur dan mimpi indahmu. Betapa aku selalu suka
berada di dapur ini, satu-satunya bagian rumah yang menjadi kekuasaan mutlakku.
Dari sini aku selalu mendapatkan ide untuk tulisan-tulisanku. Pemikiranku. Bahkan,
dengan hanya melihat air yang mengucur dari keran di bak pencucian piring, aku
bisa mengembangkan imajinasiku kemana-mana. Karena itu aku selalu berusaha
mengindahkan dapur ini. Bunga Lily yang kau petik kemarin masih tetap segar di
dalam jambangan yang kuletakkan di sudutnya.
Omelet daging sapi sudah siap. Aku juga sudah merebus air. Nanti saja kubuatkan teh
hangat untuk kita. Aku mau mencuci pakaian dulu. Cuma sedikit, jadi aku masih
semangat. Hahaha, duduk sambil mengucek pakaian, aku seperti Upik Abu.
Taraaa…! Waktunya membilas dan menjemurnya. Walau masih gelap, tapi lentera
yang tergantung di setiap sudut rumah kita mampu memberikan penerangan yang
lumayan. Sinar bulannya juga masih ada. Iiih, dingin sekali. Kaki telanjangku
menginjak rumput yang berhiaskan embun. Tak butuh waktu lama, kegiatan menjemur
pakaianku akhirnya selesai. Aku cuci piring dulu yaaa?
Setelah ini, apalagi yang mau kulakukan? Permukaan
bumi sudah mulai terang. Ayam tetangga juga sudah mulai bersahutan. Lebih baik
aku memberi maka sepasang ikan Mas Koki kita, baru menyiram tanaman, membuatkan
seteko teh hangat, baru membangunkanmu.
Suplirku semakin subur, Wa. Juga bunga
Lilyku. Bunganya bertambah. Wanginya menyebar ke seluruh ruangan. Bahkan ladang
ilalangku kini penuh bunga. Putih. Indah seperti kapas. Eh, aku keasyikan
mengagumi keindahan pagi hingga lupa membangunkanmu.
Ayo bangun, Waaa. Lihat, sinar matahari sudah
muncul. Bergegaslah mandi, lalu sarapan. Aku kan masuk lebih siang darimu. Kau lihat
saja kejutan yang kuberikan untukmu.
“Selamat menikmati omelet daging sapimu, Separuhku.
Tetaplah tersenyum. Tangisanmu kau tampakkan
padaku saja, tapi itu nanti. Kalau hujan menyapa rumah kita. I love you. Always.”