Selasa, 14 Januari 2014

Pagi Untukmu

Suara itu…                                                                                                                                                    
Bukankah itu adalah suara kelintingan besi yang kita pasang di teras belakang? Terdengar begitu sayup, bak rintihan peri. Mengapa terasa lain di telingaku? Mungkinkah kali ini bunyinya sebagai isyarat agar aku terjaga lebih dahulu, dan memberikan kejutan untukmu? Mungkin saja.

Kulirik jam dinding yang berada tepat di depanku. Hemmm, tepat jam 4 pagi. Apa kau sudah bangun mendahuluiku, seperti biasanya? Bukankah tadi malam kau pulang begitu larut, karena meeting dadakanmu itu? Ada baiknya aku memastikannya nanti, setelah membereskan tempat tidurku. Hahaha, kau pasti menertawaiku jika kau lihat betapa kacaunya kondisi ranjangku ini. Guling yang berserakan di lantai, selimut yang entah bagaimana caranya bisa berada di kolong kasur. Pantas saja kau memilih kita berpisah kamar.

Nah, aku sudah selesai membereskan tempat tidurku yang kalau dilihat sepintas tadi bagaikan terkena badai. Saatnya untuk melihat ke kamarmu. Pintu kamarmu masih tertutup rapat. Itu artinya kau belum bangun. Tidak apa-apa, hari ini aku yang akan mengambil alih semua tugas rumah. Kau beristirahatlah lagi. Nanti jika semua telah selesai, aku akan membangunkanmu.

Dari mana aku harus memulai? Membuat sarapan, menyapu lantai, mencuci pakaian, mencuci piring, atau apa? Biar kupikirkan sejenak. Karena hari masih terlalu pagi, sebaiknya aku memulainya dengan merendam pakaian. Untunglah sebelum kau pulang tadi malam, aku sudah memasukkan semua pakaian kotor ke keranjang di tempat biasanya. Jadi aku tak perlu menyelinap ke kamarmu, dan mengganggu tidurmu. Well, merendam pakaian, sudah. Waktunya untuk menyapu lantai.

Syukurlah rumah kita tidak terlalu besar. Bisa patah juga tulang punggungku kalau terus-terusan menyapu lantainya. Kau kan tahu, aku paling benci menyapu. Hehehe. 

Gerah sekali rasanya. Aku sudah berkeringat. Aku ke teras belakang dulu ya, mau mendinginkan tubuhku dengan hembusan angin pagi. Dimana-mana masih gelap, Wa. Sunyi pula. Tapi aku menyukai sunyi yang seperti ini. Membuatku lebih tenang. Juga membuatku lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang ingin kulakukan.

Sepertinya sudah cukup aku mendinginkan tubuh. Waktunya membuat sarapan. Apa bahan makanan yang masih tersisa di kulkas kita? Aku belum sempat belanja kemarin. Coba kulihat. Telur, sedikit daging sapi, bawang daun, tomat. Tak apalah, biar kujadikan omelet daging sapi saja. Itukan kesukaanmu. Walau bahannya kurang, tapi kurasa rasanya akan tetap enak, sebab aku membuatnya untukmu dengan segenap hatiku.

Semoga aku tak terlalu membuat keributan di dapur. Takut akan mengusik tidur dan mimpi indahmu. Betapa aku selalu suka berada di dapur ini, satu-satunya bagian rumah yang menjadi kekuasaan mutlakku. Dari sini aku selalu mendapatkan ide untuk tulisan-tulisanku. Pemikiranku. Bahkan, dengan hanya melihat air yang mengucur dari keran di bak pencucian piring, aku bisa mengembangkan imajinasiku kemana-mana. Karena itu aku selalu berusaha mengindahkan dapur ini. Bunga Lily yang kau petik kemarin masih tetap segar di dalam jambangan yang kuletakkan di sudutnya.

Omelet daging sapi sudah siap. Aku  juga sudah merebus air. Nanti saja kubuatkan teh hangat untuk kita. Aku mau mencuci pakaian dulu. Cuma sedikit, jadi aku masih semangat. Hahaha, duduk sambil mengucek pakaian, aku seperti Upik Abu. 

Taraaa…! Waktunya membilas dan  menjemurnya. Walau masih gelap, tapi lentera yang tergantung di setiap sudut rumah kita mampu memberikan penerangan yang lumayan. Sinar bulannya juga masih ada. Iiih, dingin sekali. Kaki telanjangku menginjak rumput yang berhiaskan embun. Tak butuh waktu lama, kegiatan menjemur pakaianku akhirnya selesai. Aku cuci piring dulu yaaa?

Setelah ini, apalagi yang mau kulakukan? Permukaan bumi sudah mulai terang. Ayam tetangga juga sudah mulai bersahutan. Lebih baik aku memberi maka sepasang ikan Mas Koki kita, baru menyiram tanaman, membuatkan seteko teh hangat, baru membangunkanmu. 

Suplirku semakin subur, Wa. Juga bunga Lilyku. Bunganya bertambah. Wanginya menyebar ke seluruh ruangan. Bahkan ladang ilalangku kini penuh bunga. Putih. Indah seperti kapas. Eh, aku keasyikan mengagumi keindahan pagi hingga lupa membangunkanmu.

Ayo bangun, Waaa. Lihat, sinar matahari sudah muncul. Bergegaslah mandi, lalu sarapan. Aku kan masuk lebih siang darimu. Kau lihat saja kejutan yang kuberikan untukmu.



      NB: Gambar diambil dari Google

“Selamat menikmati omelet daging sapimu, Separuhku.
Tetaplah tersenyum. Tangisanmu kau tampakkan padaku saja, tapi itu nanti. Kalau hujan menyapa rumah kita. I love you. Always.”